Pages

Senin, 31 Januari 2011

The Last day of January

January, 31st 2011

Well, today is the last day of January.

In this last day, I have ended something.

Wanna know?

Don't speculate something bad.

I really want to try something new :)

........................................

Make your answer about what I mean hahahaha

(Are you ready?)

(Actually I'm not so confident, but he said that it suits me well)

(Hey, I'm not shy anymore!)

(I feel so comfort....do you feel the same? I hope so :D )


Thank you, Dear.

Tomorrow is February 1st, 2011 which is our big day!

Happy number 2 my Fikar!!!!!

Jumat, 28 Januari 2011

Short Story of Parasit

Alkisah ada seorang gadis kecil. Dia adalah seorang gadis dengan paras yang manis. Gadis ini memiliki sebuah keluarga, yang terlintas terlihat normal seperti keluarga lainnya. Keluarganya terdiri dari ayah, ibu, si gadis kecil, dan seorang adik perempuannya.

.....................................................

Waktu terus berjalan. Gadis kecil ini bertambah dewasa. Bagaimana keadaannya sekarang? Keluarga kecil yang dahulu begitu indah, nyatanya kini tinggallah sebuah kenangan manis. Keluarganya saat ini tidak utuh. Ayahnya sudah lama tidak tinggal bersamanya. Dimana ayahnya? Entahlah. Dia pun tidak tahu. Karena persoalan mendasar yang sudah mendarah daging antara ayah dan ibunya, keluarga kecil gadis ini hancur. Tidak jelas bagaimana status ayah dan ibunya.

.....................................................

“Sejak kecil ibu selalu memanjakan aku.” ujar si gadis kecil. Tanpa dia sadari, pola pengasuhan seperti itu terbawa hingga dia dewasa. Ya, segala keinginan si gadis kecil selalu terkabul, tanpa peduli betapa susah ataupun mahalnya keinginan itu.

...........................................................

“Aku merasa kesepian di tempat ini, rumah.” keluh dia. Kalian tahu? Rumah ini tidak memiliki aura. Tak ada atmosfer. Tak ada kehangatan dan kasih sayang ayah. Rumah ini sepi.

..............................................................

Ironis. Dia bukanlah berasal dari keluarga kurang mampu. Bisa dibilang, secara finansial cukup, ah ya, mungkin lebih. Tapi, uang seolah menunjukkan kuasanya. Sebuah tempat bernama rumah yang notabenenya tanpa aura ini, bisa terkelabui oleh gemerlapnya uang.

.........................................................

Ha. Ha. Ha. “Aku memang tidak memiliki rumah dengan aura kehangatan keluarga. Tapi...aku punya uang!!!! Yes, my money can buy and give me everything! Hahahaha. Persetan dengan ikatan bernama keluarga. Selama masih ada uang, aku pasti bahagia. Hahahaha....” dengan bangganya dia menghibur batinnya yang kosong.

........................................................

“Saat ini aku terjebak. Aku terjebak oleh uang dan hedonisme. Aku tidak ingin hidupku terpuruk. Dan satu-satunya yang bisa memberiku kebahagiaan adalah uang dan hedonisme. Jiwaku ini kosong!”

.........................................................

Hey, gadis kecil. Tahukah kamu? Perilakumu ini sanggup mengubah seorang wanita yang amat mulia di matamu menjadi seorang, P A R A S I T.

Uang tak hanya membutakan mata jiwamu, Nak. But money kills you very slowly without you realize it.

Rabu, 12 Januari 2011

It happened (again)

Lagi-lagi dia. Aku heran mengapa dia selalu datang di mimpiku. Seminggu yang lalu semuanya sudah jelas, bagiku. Aku tidak akan mempertanyakan hal itu lagi. Yes, I promise myself that I won’t take a part again for his present.

Okay, mimpi semalam sangat sangat jelas bagiku, bagaimana posisi aku dan dia sekarang. Memang sih, memimpikannya bukan hal baik bagiku. Tapi bagian baiknya adalah aku sudah bisa menahan diri untuk tidak terlibat/nimbrung ke dalam hidup dia. Hmmm..sekedar mengirim SMS saja sudah tidak pernah aku lakukan. Lupa, kapan terakhir kali aku saling SMS. Nah SMS yang terakhir kali itulah yang membuat semuanya jelas.

Mungkin memang aku yang terlalu perasa. Semuanya juga ada hubungannya dengan dia. Aku tidak bisa berjalan satu arah terhadapnya. Sementara aku ingin memperbaiki, dia tidak memberi kesempatan. Hahahaha lucu? Dulu dia memohon kesempatan dan aku tidak memberikannya. Sekarang giliranku meminta kesempatan, dia juga tidak memberi. Adil, bukan? Yah, adil. Sama adil, tapi menyakitkan. Hanya waktu yang membedakan sakit yang dirasakan olehnya dan olehku.

Sekarang aku tidak ingin mengganggunya dengan apapun dariku. Entah dari SMS sekedar menanyakan kabar atau apapun lah itu. Biarkan semua berjalan apa adanya. Aku sangat tidak ingin kehadiranku menghancurkan kehidupan barunya dan kehidupanku saat ini.

Ada jarak. Kasat mata di antara aku dan dia. Dan aku tak bisa memperkecil jarak itu tanpa ada kemauan darinya. Begitulah adanya yang terjadi sejak 3 tahun lalu hingga sekarang. Jarak itu tetap sama dan tidak akan berubah. Sampai dia sendiri yang mengubah.

Bisakah aku mengucapkan salam perpisahan? Salam perpisahan yang sesungguhnya?

Tidak ada lagi yang tersisa. Hanya memori. Yang lambat laun mungkin akan pudar di ingatannya.

Hey, dia yang di seberang sana. Take my words, I won’t disturb you anymore with my stupid things. You are now happy with her and sincerely I wish you will always be happy with whoever one.


This is my goodbye for him.

Senin, 10 Januari 2011

The falling leaf doesn’t hate the wind

"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin..... Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya."


"Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun...daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggut dari tangkai pohonnya."





Kalimat-kalimat di atas merupakan penggalan dari sebuah buku yang baru saja aku baca. Buku itu berjudul Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, sebuah karya dari Tere-Liye. Ceritanya sederhana dan banyak ditemukan di kehidupan nyata. Walaupun sederhana, tapi buku ini memberikan sebuah pelajaran penting: Ikhlas.


The falling leaf doesn’t hate the wind adalah kalimat anonymous yang dipopulerkan dalam film jepang Zatoichi.



Oh iya, cerita dalam novel ini memiliki kesimpulan yang sama dengan sepotong pengalaman yang pernah aku rasakan.


*Ciao

Jumat, 07 Januari 2011

Back to December-Taylor Swift

"Back To December"

I'm so glad you made time to see me.
How's life? Tell me how's your family
I haven't seen them in a while.
You've been good, busier than ever,
We small talk, work and the weather,
Your guard is up and I know why.

'cause the last time you saw me
Is still burned in the back of your mind
You gave me roses and I left them there to die.


So this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night",
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you.
Wishing that I realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right

I go back to December all the time.

These days I haven't been sleeping
Staying up playing back myself leavin'
When your birthday passed and I didn't call.
And I think about summer, all the beautiful times,
I watched you laughing from the passenger side.
Realized that I loved you in the fall

Then the cold came, the dark days when fear crept into my mind
You gave me all your love and all I gave you was "Goodbye"

So this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night".
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing that I realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and change my own mind

I go back to December all the time.

I miss your tanned skin, your sweet smile, so good to me, so right
And how you held me in your arms that September night
The first time you ever saw me cry

Maybe this is wishful thinking,
Probably mindless dreaming,
If we loved again I swear I'd love you right...


I'd go back in time and change it but I can't.
So if the chain is on your door I understand.

But this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night"
And I go back to December...
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing that I'd realize what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right.
I'd go back to December, turn around and change my own mind

I'd go back to December all the time.
All the time




*huaaaa Oky...speechless gue...* Danke, Liebe Oky :)

Senin, 03 Januari 2011

Semalam aku memimpikannya lagi

Aku berusaha sekuat tenaga untul tidak mengingatnya. Mengingatnya sama saja dengan membuka sebilah luka yang tak kunjung usai. Sebuah luka yang kubuat sendiri, sehingga melukaiku dan dirinya. Ada pepatah mengatakan, time always kills the pain. Berlakukah pepatah itu untukku dan untuknya? Tidak. Luka itu tak kunjung kering. Luka akan sebuah kebodohan, pengkhianatan dan keegoisan. Ya, luka itu akan selalu menganga mengeluarkan nanah. Sakit. Sakit bila disentuh sedikit saja walaupun tidak sengaja.

Seperti itulah mimpiku semalam. Mimpi itu tanpa sengaja menyentuh sedikit luka yang aku rasa. Pedih. Perih. Nyeri. Merasakannya lagi, aku sangat ingin berteriak dan berlari. Tolong, tolong...jangan sentuh bagian itu. Dia telah pergi, bukan? Seharusnya luka itu turut pergi bersamanya yang telah bersama orang lain. Tapi, apa yang terjadi? Luka itu tetap saja membasahi bagian hidupku.

.............................................................................................................................................................

“Ketika itu aku berada di sebuah lapangan olahraga. Aku bersama adik perempuanku pergi ke sana hanya untuk berolahraga, sekedar jogging. Kami berlari di pinggir lapangan hijau, yaitu di bagian yang ada tanahnya. Adikku berlari mendahuluiku, sementara aku hanya berlari kecil mnegejarnya.

Tanpa aku sadari, aku menengok ke sebelah kiri, ke arah lapangan rumput. Sangat tepat. Saat aku menengokkan kepala, kedua mata ini tepat berpapasan dengan matanya. Ya, matanya yang berwarna cokelat. Dia memakai kaos tanpa lengan berwarna hitam dengan celana pendek senada. Rambutnya tetap sama, hitam legam dan ikal, sementara posturnya juga sama dengan yang aku lihat terakhir kali. Dia berlari berlawanan arah denganku. Ketika mata kami bertemu, aku tak bisa beujar sepatah katapun. Aku hanya diam. Dia juga diam. Lalu, hanya berselang 10 detik, aku menurunkan pandanganku ke bawah dan terus berlari. Aku tidak cukup kuat untuk memandang dua bola mata itu. Memandangnya seakan memberikanku gambaran kejadian buruk yang menimpa aku dan dia. Aku tak menoleh ke belakang untuk melihatnya. Mengapa? Karena aku tidak ingin memandangnya dengan air mata yang mulai jatuh membasahi pipiku. Aku terus berlari sambil menyeka air mata ini.

Lalu datang seorang laki-laki kepadaku. Sebutlah namanya C, dia adalah temanku dan juga temannya. C menghampiriku dan berkata bahwa, ‘dia’ sama terkejutnya melihatku barusan. ‘Dia’ tak bisa berkata ketika berpapasan denganku, karena ‘dia’ merasakan hal yang sama, satu hal pahit yang ‘dia’ temukan pada kedua mataku. ‘Dia’ takut. ‘Dia’ takut menatapku lagi lantaran ‘dia’ tak ingin perasaan ‘itu’ datang lagi dan menghancurkan hubungan aku dan dia.

Aku tak tahu harus berkata apa. Selama ini, aku berpikir bahwa dia telah menghapus bersih perasaan ‘itu’. Aku benar-benar kaget mendengar pengakuan tidak langsungnya itu.

Bagian terakhir, aku bersama adikku memutuskan untuk pulang karena hari sudah siang. Aku berjalan sambil merenungi kejadian yang baru aku alami itu. Adikku berjalan di depanku. Lagi-lagi, kejadian barusan terulang. Aku berjalan dan menengok ke sebelah kanan. Aku melihat dia sedang duduk sambil merokok. Pandangannya kosong, menandakan ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Aku melihantnya dan dengan cepat menundukkan pandanganku. Aku tidak ingin dia melihatku untuk kedua kalinya.”

.................................................................................................................................................................

Saat ini, aku hanya bisa menahan diri untuk tidak menghubunginya. Berat memang rasanya kehilangan sosok itu. Tapi, inilah resiko yang pantas aku terima. Dulu aku dan dia pernah berbagi jiwa dan kehidupan, sekarang? Sekarang aku dan dia berlaku ibarat orang asing yang tak pernah memiliki sejarah di masa lalu.

Andai saja dia tahu...







P.S di dalam mimpi itu, aku menangis setelah menatapnya. Ketika aku bangun pun, aku merasakan betapa dalamnya mimpi itu.